Hari Itu,
(April,
2011)
Hari-hari
berlalu, tak terasa Saya dan Noe semakin dekat. Perasaan itu pun makin mebara.
Tapi semakin pula aku merasa takut rasa itu tak terbalaskan olehnya. Hingga
suatu sore, aku bertemu dengan Retno untuk encurahkan sedikit kluh kesah dan
sesak yang begitu mengganggu. Tiba-tiba dia berkata “Sudah, nyatakan saja
perasaanmu. Toh setidaknya setelah kamu ungkapkan akan terasa ringan
perasaanmu.” “Tapi aku takut jika dia tidak bisa menerimaku” jawabku. “Setidaknya
sudah kamu ungkapkan perasaanmu itu” kata Retno lagi. “Nampaknya dia juga suka
kepadamu” tambahnya lagi. “Yakin kamu?” Tanya ku penasaran setegah senang. Retno
hanya menjawab dengan senyum dan anggukannya. Hari itu juga saya sudah bulatkan
niat untuk segera menyatakan kepada Noe. Urusan diterima atau tidak itu urusan
belakang asal dia tau perasaanku.
Beberapa
hari kukumpulkan nyali untuk sekedar berani menyatakannya kepada Noe. Sampai
pada akhirnya kuberanikan diri mengajaknya bertemu di taman sekolah. Diapun mengaminkan
ajakanku. Tapi lagi-lagi nyali yang kukumpulkan berhari-hari itu kembali ciut. Sampai
akhirnya kami berpisah dihari itu, aku mengurungkan niat kembali. Hanya menikmati
senyum indahnya secara diam-diam. Senyum yang selalu membuat waktu seolah
berjalan melambat, tapi berlawanan dengan degup jantungku yang seolah berdegup
lebih kencang.
Setiba
di kosan, sembari memainkan gitar akustikku, ada rasa penyesalan setelah tak
mampu menyuarakan isi hati pada Noe. Gelisah kembali melanda. Perasaan mulai
campur aduk. Ku beranikan diri menyentuh hp lalu menelfon Noe untuk segera
mengeluarkan isi hati. Telfon mulai bordering tanda telah terhubung dengan
telfon Noe. Dengan gugup aku bicara
“Noe,
saya sudah tidak sanggup lagi menahan perasaan padamu. Mungkin terkesan pecundang aku engatakan ini melalui
telfon.”
“Ada apa Joe?” Tanya Noe penasaran.
“Noe,
entah sejak kapan perasaan ini uncul, awalnya begitu mengganggu tetapi laa
kelamaan aku sadar, ternyata aku suka kepadamu, aku mencintai kamu. Maukah kau
menjadi seseorang yang special di hidupku?” tanyaku sembari bergetar menahan
gugup.
Sejenak
hening, sampai akhirnya Noe berkata “katakana itu secara langsung di hadapanku”
Seketika
aku mulai merasa ragu dan siap dengan segala kemungkinan jawaban yang akan
diberikannya. “Baiklah, senin lusa kita ketemu di taman sekolah jam istirahat”
kataku. Noe hanya mengiyakan.
Selepas
itu, kembali rasa takut, ragu, tegang, semua bersatu untuk menyerang fikiran ku
lagi. Gelisah pun tak mau ketinggalan memukul fikiranku. Tak terbayangkan
jikalau Noe ternyata tidak membalas perasaan ku ini.
Senin
kemudian aku menunggu di taan untuk bertemu dengan Noe. Dipenuhi rasa gelisah
nan mendebarkan aku duduk di bangku taman sambil membaca buku untuk sekedar
menenangkan perasaan. Namun hingga jam istirahat selesai Noe tetap saja tidak
muncul. Keraguan pada perasaan dan harapan mulai muncul menyerang. Mungkin dia
memang tidak memiliki perasaan untukku, gumamku dalam hati. Hingga tiga hari
aku menunggu dan tetap setia menunggu di taman yang telah kami berjanji untuk
bertemu, namun tak kunjung juga ada tanda-tanda dia akan datang. Mungkin kesibukan
di OSIS atau ada tugas yang urgent, fikirku positif.
Sepulang
sekolah saya mulai mengikhlaskan jika memang Noe tidak menerima proposal
perasaanku. Pulang dengan rasa lesu ke kosan, langsung rebahan tanpa melepas
seragam sekolah. Tak terasa aku tertidur, mungkin karena lelah. Tapi aku
tiba-tiba terbangun mendengar ponsel bordering. Ternyata itu pesan dari Noe. Senang
tentu saja, tapi keraguan itu juga masih ada dan mengiringiku membuka pesan
itu. Dengan penasaran ku baca pesan itu, “Joe,
maaf aku tidak sempat menepati janji untuk bertemu di taman. Tapi dengan kamu
menepati janji itu, aku jadi yakin kalua kamu memang serius kepadaku. Dan semoga
keputusan yang kuambil ini adalah yang paling tepat. Dan aku bersedia menjadi
yang special bagimu, dan akum au kamu juga begitu kepadaku. Aku juga saying kamu,
Joe”.
Melihat
itu aku langsung melek. Rasa kantuk telah hilang. Rasa ragu, gelisah telah
disapu dengan rasa bahagia dan senang karena Noe membalas dan menerima aku
menjadi kekasih hatinya.
Saat
itu aku berharap jikalau dia memang jadi yang terbaik dan terakhir untuknya. Semoga
tuhan mengindahkan doaku.
……
Komentar
Posting Komentar