Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2018

Pendengar yang Baik

            Hari ini, aku dan teman-teman mendatangi tempat dari seseorang dari pihak sponsor yang rencananya akan kami ajak bekerja sama. Orang itu suka sekali berbicara. Aku tentu senang menyimaknya. Mendapatkan ilmu baru, mendengarkan seseorang berbicara mampu membuat kita tau tentang karakter orang tersebut. Namun, semakin lama, ada yang membuatku kurang suka. Dia tidak memberikan kami kesempatan untuk   ikut berbicara. Dia terus memaparkan dirinya. Jika kami yang berbicara, belum selesai sudah dipotong. Ketika aku selesai mengeluarkan pendapatku, dia malah menyalahkan pendapatku dengan cara yang halus. “Iya, saya setuju, tapi…” dia selalu memakai kata “tapi” di belakang kalimatnya.             Dulu, dosenku berkata, “Kata `tapi` itu mebuat kata-kata di depannya menjadi tiada. Jadi tidak perlu bersusah-susah mengawali kata-kata kalua ada kata `tapi` di tengah-tengahnya”. Masuk akal juga. “Kamu cantic, tapi bau badan”. “aku mau main denganmu, tapi aku harus perg dengan

Masa Kecil

Kerja keras kami berbuah manis. Meski tidak begitu besar, tetapi akhirnya rumah baca kami jadi juga. Beberapa bulan berlalu sejak aku dan dibantu beberapa masyarakat desa membangun gubuk kecil ini, berharap anak-anak kecil akan mengembalikan budaya membaca buku. Karena buku yang kami miliki kurang banyak, kami berkeliling desa sembari mencari buku bekas. Di luar dugaan, banyak sekali buku yang tidak terpakai yang bisa kami kumpulkan. Ada rasa senang, tetapi ada juga rasa sedih. Senang karena koleksi buku buat rumah baca kami bias bertambah, tetapi sedih karean itu menandakan minat baca orang-orang telah berkurang. Padahal, bukankah ilmu pengetahuan adalah modal dasar untuk membawa bangsa menuju masa depan lebih baik?             Dikala sore datang, kami sudah selesai enata kembali buku-buku serta mendatanya, sebuah ide liar muncul di kepalaku. Aku mengusulkan kepada tean-temanku dan beberapa pemuda desa yang sedang bersantai-santai untuk keluar sejenak dari rumah baca. Awa

Ibu

            Ibuku sayang, di hari yang sangat istimewa ini, aku masih belum tu harus memberi apa. Engkau yang selalu bersyukur atas segala karunia-Nya, tidak pernah merasa kekurangan walaupun di saat sulit atau susah sekalipun. Ingin ku memberi sebogkah emas permata sebagai pengganti segala biaya yang kau korbankan demi pendidikanku, tetapi aku yakin kau akan menolaknya dengan tegas. Aku curiga itu yang akan menjadi jawabanmu. Maka, di saat kita dipisahkan oleh jarak seperti ini, izinkan aku mengawali tulisanku dengan menuliskan surat untukmu, walau aku sadar tidak ada kata-kata yang cukup indah untuk menggambarkn kasih sayangmu. Tidak ada Bahasa yang mampu menggambarkan segala pengobarnanmu yang telah engkau lakukan tanpa rasa lelah.             Engkau selalu membisikkan doa sembari mengelus lembut perutmu, menungguku hadir, ingin mendengar suara angisan pertamaku, bertaruh nyawa demi membawaku hadir di dunia ini. Dan diwaktu aku lahir, kau tidak pernah mengeluh saat me

Untukmu

Untukumu Yayat, 2018, Tatkala letih menggerayangi tubuh Letih akan menyimpan rasa itu Rasa yang pernah ada untukmu Yang kini hampir padam termakan sang waktu Segalanya telah berlalu Gelap malam telah mernggutmu Merenggutmu dari pelukanku Tertinggal rasa yang tersisa dalam ikhlasku Akankah semua bisa diulang sang waktu? Menuntunmu kembali kepadaku Kuharap tuhan mendengar doaku Semoga alam membuat kita satu

Mati

Mati Yayat, 2018 Teringat kembali akan sebuah kisah klasik Yang menggoreskan cerita dalam sanubari Yang mengikis hati bagai karang dalam lautan pasifik Yang mampu menegarkan hati dan jiwa ini Teringat akan parasmu yang cantik Yang mampu meluluhkan perasaan di hati Apa kabar kamu mantan kekasih hati Ku hanya duduk diam mengingat kisah lama dari dua hati Hanya kata yang mampu terucap lirih Semoga Tuhan mengamini Selamat tinggal mantan pengisi hati Semoga rasa ini cepat mati …..

Catatan Masa Lalu

Hari Itu, (April, 2011)             Hari-hari berlalu, tak terasa Saya dan Noe semakin dekat. Perasaan itu pun makin mebara. Tapi semakin pula aku merasa takut rasa itu tak terbalaskan olehnya. Hingga suatu sore, aku bertemu dengan Retno untuk encurahkan sedikit kluh kesah dan sesak yang begitu mengganggu. Tiba-tiba dia berkata “Sudah, nyatakan saja perasaanmu. Toh setidaknya setelah kamu ungkapkan akan terasa ringan perasaanmu.” “Tapi aku takut jika dia tidak bisa menerimaku” jawabku. “Setidaknya sudah kamu ungkapkan perasaanmu itu” kata Retno lagi. “Nampaknya dia juga suka kepadamu” tambahnya lagi. “Yakin kamu?” Tanya ku penasaran setegah senang. Retno hanya menjawab dengan senyum dan anggukannya. Hari itu juga saya sudah bulatkan niat untuk segera menyatakan kepada Noe. Urusan diterima atau tidak itu urusan belakang asal dia tau perasaanku.             Beberapa hari kukumpulkan nyali untuk sekedar berani menyatakannya kepada Noe. Sampai pada akhirnya kuberanikan diri

Catatan Masa Lalu

Dunia Maya (2010) Suatu sore dikala otak sedang penat lantaran baru saja selesai mengerjakan tugas sekolah. Iseng-iseng kubuka browser di komputer yang sedang menganggur di depanku. Langsung saja kubuka situs sosial media yang sedang laku-lakunya dikala itu. Asyik menggulir beranda ke atas dan ke bawah, tak sengaja ku lihat foto yang mebuatku singgah memandangya lama. Foto itu tidak lain adalah salah seorang adik kelasku di sekolahan. Awalnya biasa saja, Tapi entah mengapa jeamriku tergerak untuk mengirimkan chat kepadanya.  "Hai" ketikku di kolom percakapan Sejenak ku tutup kolom chat itu. Toh belum pasti juga dia balas, fikirku. Lalu ku teruskan menggulir-gulir beranda di layar laptopku. Beberapa Menit tiba-tiba bunyi notifikasi berbunyi. Ternyata balasan chat dari adik kelasku ini. "Hai juga" balasnya. Awalnya biasa saja chatting dengannya waktu itu. Hanya sekedar bertanya nama dan juga seputar kebiasaannya di sekolah. Dari situ baru